Total Tayangan Halaman

Selasa, 19 Oktober 2010

Antologi Puisi

             Puisi Bukan sekedar ungkapan hati, perasaan, pikiran, dan semangat pengarangnya. tapi puisi memiliki makna dan pesan yang di kemas dalam bahasa yang indah dan memesona. Puisi adalah gambaran kehidupan yang dituangkan dalam goresan tinta dengan memunculkan pencitraan sebagai representasi dari hati dan pikiran penulisnya. dalam perkembangannya, puisi tidak lagi terikat oleh permainan rima dan aturan aturan. dalam menulis puisi seorang pengarang bisa menumpahkan pikirannya dengan bebas dan penuh ekspresif.
            Puisi sebagai salah satu genre sastra tidak haya menjadi pelengkap dalam kesusastraan. tapi puisi memiliki perannya sendiri dalam membangun mental spiritual dan memperhalus budi para peminatnya. sejarah sudah mencatat bahwa puisi tetap eksis dalam segala zaman. Bahkan di era global yang di dominasi oleh tekhnologi mutakhir seperti saat ini. puisi masih bertahan dan menjadi salah satu komponen dari pekembangan jaman yang penuh tantangan. berikut ini adalah beberapa puisi yang di tulis berdasarkan realita kehidupan dengan menjadikan alam sebagai lambang .



Tentang hidup dan Keabadian
Tentang kebenaran dan kesangsian anak manusia
Dalam goresan tinta emas pada masa yang tak mengenal batas, 
ada juga air mata pada bingkai tua. Inilah kisah tentang kebenaran abadi.



Karena Kamu
aku adalah awan hitam yang mencoba menahan sinarmu
semakin tebal, semakin aku tak berdaya
dan aku menjadi butiran hujan yang meleleh dalam hangat senyummu

kemarin kamu adalah air mata
tapi saat ini kamu menjadi udara dalam hela nafasku

mungkin aku harus memilih
menjadi gunung es yang mencair
atau bola salju yang bergulir dengan sendirinya


Racun

kalau saja hatimu sesak dengan kebencian masa lalu
izinkan aku menyisipkan sepenggal rasa yang tersisa

kalau tidak
biarkan aku menyayat rongga dadamu
memeberikan luka kedua ditempat yang sama
agar aku bisa menawarkan kebencian itu
dan mennumpahkan semua racunnya

semuanya
agar kamu bisa kembali pada jalan fitrahmu

padamu aku takkan kembali
Karena hanya padaNya semua akan kembali.

Probolinggo, 27 Oktober 2009



 Evolusi Kalbu

cintaku subur di dunia yang kerontang, tak tergoyah oleh angin penderitaan,
Bahkan tak terhapus oleh derasnya gelombang suara sumbang.

tapi sayang...!!!
dzahirmu kini memupuk segenap keraguanku
hingga hatiku terdampar diantara ambisi dan nurani

Malang, 9 Agustus 2007


Permintaan

aku sudah melewati pasang surut kehidupan
kulitku sudah merasakan dahsyatnya badai matahari
tapi semua itu takkan menggoyahkan keyakinan dan prinsip hidup yang kupahat dalam nurani terdalam

aku akan tetap berdiri di hadapan Mu
sekalipun garis takdir memporak-porandakan semesta raya
akupun akan selalu bersujud
sekalipun jasad ini lepas dari pemiliknya

tapi tuhan....
jangan terburu-buru
aku masih ingin menjadi orang besar


Surga Cinta

Aku tak pernah terusir dari surga
Karena aku bukan adam dan ia bukan hawa

Aku tak pernah khilaf  karena cinta
Tapi tuhan pisahkan kita
Seperti mereka yang terpaksa membangun surganya sendiri-sendiri

Aku bukan adam yang bisa hidup tanpa surga
Karena surgaku adalah kamu.

Bila hari ini aku masih bertahan
Itu karena kau masih ada dalam hela nafasku,
Dalam darahku,
Dalam bayang-bayang semu  yang kemudian lenyap saat ku rengkuh


Tuhan padamu aku pasrah
Karena aku percaya, Adam dan hawa pasti bersatu
Dan mereka punya satu surga
Yaitu cinta!
Hilangnya Terang

Kabut di matamu begitu tebal
Seolah-olah pekat tak tersentuh oleh terang
Mungkin sudah terlalu lama
Air mata itu mengendap dalam rawa kepedihan

Sempat ku hapus duka di matamu
Saat tenggelam kurasakan badai
Sepertinya kepedihan menyisakan jeram dihatimu

ketika matahari itu datang
Kabut mulai beranjak dari pelupuk matamu yang teduh
Tapi matahari masih bukan milikmu
Karena kabut merampas terang
Dan kau tertunduk rapuh

Kalau saja aku bisa
Aku tidak ingin kamu menjadi apapun
Karena kamu adalah air mata

Simpul di Wajahmu

Matamu adalah pertir bagi semestaku
Remuk aku menjadi bongkah-bongkah debu
Aku tahu, Alismu bukan bulan sabit
Tapi indah itu adalah kelopak matamu

Didagumu kutemukan sepotong surga
Tapi aku tak pernah tahu itu milik siapa?

Aku pernah menatapmu
Di rembang yang tak kenal mati
Kurangkai simpul di wajahmu
Sampai dunia bicara
Mungkin tak pernah ku temui dalam mimpi atau imaji

Mungkin karena kata tak lagi ada

Sebab ketiadaannya pun serasa sama
Mungkin saja kali ini senyum dibibirmu adalah misteri
Namun aku yakin bisa menyingkap semua
Seperti angin pada kabut yang menjadikannya lenyap

Selamat Tinggal Cinta

Kemarau telah merenggut tubuhmu dalam debu
dan aku melepasmu dalam udara kepedihan

semesta  terdiam 
Langitpun membisu
Hanya aroma bunga dan tanah basah  mencoba untuk bercerita
Bahwa cinta butuh lelah

Cintaku tak se kekal yang ku duga
Seperti kamu yang pergi untuk tak kembali
Selamanya


Aksara cinta Untuk Dia

Wanita yang berjalan di tebing-tebing cintaku
Adalah kamu gadis purbawi dalam selimut nafasku

Namamu serupa pahatan aksara yang tak sempat terbaca
Sekalipun pernah ku eja  tetap saja
Aku tak mengerti tentang barisan makna

Bila nanti aksara cinta bercampur debu
Biarkanlah aku memujamu seperti berhala dalam beku salju

Tapi jangan pernah biarkan aku
Terbeku dalam kabut Tanya yang memeluk segala keraguan.



Badai Kalbu

Asmara ku
Tenggelam dalam sejuta ambisi
Cintaku
Terpasung oleh hasrat liarku sendiri

Nurani, kujadikan tumbal
Akal sehat, kuracuni dengan segala pembenaran
Kesabaran, ku lumpuhkan dengan obsesi

Semuanya lenyap
Semuanya berubah

Yang tersisa adalah  impian, dan harapan yang berjalana sendiri-sendiri

diambil dari antologi Heroe Asmara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar